Jumat, 24 Juni 2011

[media-dakwah] Idola Remaja Semakin Kabur

Idola Remaja Semakin Kabur
Penulis : MHM


“Sungguh pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik
bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
(QS Al-Ahzab:21)

Firman Allah di dalam Al Quran surah al-Ahzab ayat 21 tersebut memberitahukan
bahwa idola setiap Muslim (termasuk remajanya) adalah Nabi Muhammad SAW. Sebab
beliau merupakan panutan yang sempurna (uswatun hasanah). Remaja Muslim di
Indonesia seharusnya mempelajari sejarah hidup panutan umat ini, agar dapat
mengidolakannya.

Tetapi sayang, sebagian besar remaja yang beragama Islam di Indonesia tidak
menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai idola mereka tetapi justru para public
figure, selebritis yang pada umumnya hidup serba glamour dan berhura-hura.

Sebagai contoh, ketika KH Fakhruddin HS (tokoh dan pemuka Islam, Ketua Umum PP
Muhammadiyah) meninggal, meninggal pula Nike Ardilla, selebritis remaja yang
sedang naik daun pada waktu itu, media massa baik di ibukota maupun daerah
sedikit saja memberitakan meninggalnya ulama dan tokoh Islam itu, sebaliknya
berita tentang meninggalnya Nike Ardilla memenuhi haiaman Koran, tabloid,
majalah serta tayangan di televisi. Salah satu penyebabnya mungkin karena Nike
Ardilla merupakan idola kaum remaja, termasuk yang beragama Islam.

Contoh lain lagi, setelah API (Akademi Fantasi Indonesia) sukses, pemenangnya
langsung menjadi idola remaja, dalam hal ini Fery dan Mawar. Tak selang lama,
muncul pula Indonesian Idol yang melahirkan idolalain, yaitu Delon dan Joy. Tak
ketinggalan, KDI (Kontes Dangdut Indonesia) melahirkan pula idola lain, di
antaranya Aan dan Siti.

Makin Kabur

Program-program sejenis pun bermunculan dalam berbagai bentuk dan variasi. Tak
hanya di bidang tarik suara, bisnis ini juga merambah ke dunia modeling dan
akting. Anak-anak remaja (termasuk yang beragama Islam) pun "digarap". Misalnya
lewat acara API Junior dan Bintang Cilik.

Demam "acara mencetak idola" itu tak sekadar menyedot perhatian remaja, tetapi
juga para orang tua. Walhasil, semuanya ramai-ramai menikmati sajian yang
membuat mereka mengidolakan bintang-bintang hasil remakaya televisi. Sebagai
bukti dukungan, mereka mengirim SMS ke masing-masing idola. Hasilnya, sekitar 5
juta SMS yang dikirim untuk API 1 dan 8 jutaan untuk API II. Siapa dalam hal
ini yang beruntung? Tentu perusahaan telepon seluler dan mitra usahanya.

Jangan heran jika seorang ABG mencoba bunuh diri, hanya gara-gara hobinya
nonton API atau sejenis dihalangi kakaknya yang ingin menonton acara lain,
Jutaan pemirsa rela duduk serius di rumah menonton tayangan yang membius itu.
Yang melihat secara langsung, tua muda dan bocah cilik, histeris dan bergoyang
sambil bernyanyi. Ketika proses eliminasi berlangsung, air mata pun menetes di
mana-mana.

Berbeda dengan para remaja pada zaman Nabi. Air mata mereka menetes ketika
membaca ayat-ayat Al Quran yang berisi wa'id fancaman azab neraka). Karena hati
belum terisi iman yang substansial, maka remaja menjadi haus idola yang
sekuler, yang lebih menampilkan aspek-aspek fisik seperti keren, gagah, ganteng
atau cantik. Penonton dibuat terpesona dan rela mengirim SMS
sebanyak-banyaknya, hanya agar idola mereka menang. Besoknya, remaja kebanjiran
idola, yang sayangnya, terpilih bukan karena kualitas kepribadian atau
keteladanan, melainkan hanya karena mendapatkan respons via SMS paling banyak.

Antara Tuntunan dan Tontonan

Di sisi lain, sosok-sosok yang menampilkan keteladanan begitu langka.
Figur-figur tertentu yang seharusnya menjadi teladan, nyatanya lebih tampak
sebagai selebritis. Lebih menjadi tontonan di panggung ketimbang tuntunan dalam
kehidupan sehah-hari, Maka kaum remaja perlu memahami hakikat idola dan
teladan. Keduanya seperti dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Orang yang
tak patut diteladani, pasti tak layak dijadikan idola. Pertanyaannya kemudian,
mau dibawa ke mana remaja umat ini? Siapa yang bertanggung jawab terhadap nasib
umat yang, sadar atau tidak, perlahan makin terperosok ke jurang kehancuran?
Mengapa orang lebih suka mencetak idola daripada keteladanan?

Dibutuhkan langkah-langkah cepat dan segera untuk menyelamatkan umat dari salah
memilih figur. Hasilnya memang tak bisa dinikmati dalam waktu dekat.
Menghadirkan sosok-sosok panutan jauh lebih sulit. Seperti halnya merusak jauh
lebih mudah ketimbang membangun, Melahirkan figur teladan lebih banyak
tantangan dan kendalanya. Kondisi ini pulalah yang hendaknya makin mendorong
kesungguhan dan keseriusan dalam menggarap proyek-proyek keumatan, yang salah
satunya adalah mencetak sosok-sosok teladan.

Analoginya sederhana. Kalau para pengusung kemungkaran sangat serius melakoni
pekerjaan mereka, lantas mengapa kita yang bekerja pada proyek kebajikan begitu
malas dan asal-asalan? Padahal, makin giat musuh umat menebar maksiat, mestinya
kita makin giat menebar makruf secara konkret di tengah masyarakat.

Banjir idola hura-hura tetapi kering keteladanan membuat generasi muda kita
kian lemah di berbagai lini. Lemah iman, lemah hati, lemah akhlak, lemah
kemauan dan lemah kreativltas. Hasilnya lihat saja. Banyak remaja yang ingin
cepat terkenal dan jadi idola, meski untuk itu rambu-rambu akhlak pun ditabrak!

Tak Berputus Asa

Betapa pun, kita punya Rasulullah SAW yang menjadi teladan sepanjang zaman.
Bukan hanya umat Islam yang mengidolakannya, Banyak cendekiawan yang meskipun
tidak memeluk Islam menyanjung Muhammad SAW laiknya idola. Michael H Hart,
seorang penulis Barat, bahkan menempatkan Muhammad sebagai sosok yang paling
mempengaruhi sejarah dan peradaban dunia.

Terdapat juga banyak sahabat Rasulullah ridhwanullahi 'alaihim yang berjuang
menegakkan kebenaran.

Jejak perjuangan mereka terekam indah dalam sirah (biografi). Sayangnya,
buku-buku sirah yang banyak memuat contoh hidup indah dan berkualitas dari
Rasulullah SAW dan para sahabat tak begitu diminati. Ulama yang merupakan
pewaris para Nabi tak begitu laris diikuti.

Namun demikian, kita tak boleh berputus asa. Upaya membina remaja agar
mengidolakan Nabi-Muhammad SAW harus tetap dilakukan. Caranya, intensifkan
kembali pembinaan terhadap bocah-bocah dan ABG. Baik yang ada di sekolah, di
rfjma'h dan di sekitar kita. Termasuk remaja yang pendidikannya terlantar, baik
oleh kemiskinan ataupun oleh orangtua mereka yang kelewat sibuk sehingga lalai
dari tanggungjawab mendidik anak sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar