Jumat, 24 Juni 2011

Persiapkan Remaja Mandiri Secara Keuangan

JAKARTA--Daftar tagihan, pengangguran, pengetatan uang belanja, depresi akibat masalah keuangan--apakah itu masa depan anak kita nanti? Tidak harus seperti itu.

Membesarkan remaja agar bertanggung jawab secara keuangan akan membantu mereka kelak. Terutama menghindari masalah yang banyak dihadapi orang-orang seusia mereka saat ini.

Di jaman sekarang, sangat penting, bahkan mendesak, bagi orang tua memberi pengetahuan kepada anak-anak remaja mereka mengelola dan memahami dunia keuangan secara nyata. Anak-anak muda bakal menghadapi tantangan keuangan begitu mereka meninggalkan tempat aman mereka; rumah.

Kebangkrutan yang merebak di kalangan kaum dewasa muda dapat dihindari dengan memberi anak-anak skil dan pendidikan praktek keuangan agar mereka mencapi posisi mandiri secara finansial. Berikut lima tip utama mendidik remaja mempersiapkan mandiri dalam keuangan dan bijak mengelola rejeki mereka.

* Etika-Mengembangkan karakter bermoral tinggi, otomatis akan membantu remaja anda berusaha memperoleh pendapatan, menjadi calon pekerja lebih baik dan secara keseluruhan menjadi pribadi baik yang dihormati. Dalam masyarakat saat ini, menjadi warga yang dihormati komunitas dengan baik akan membantu mendapat posisi mandiri secara keuangan. Mereka yang sejahtera sekaligus dihormati banyak orang adalah mereka yang punya standar moral tinggi.
* Komunikasi-Tulang punggung utama mendidik remaja agar mandiri secara keuangan bergantung pada kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif. Hal itu memberi mereka kekuatan untuk mengajak orang dan bersekutu dengan yang lain demi tujuan utama lebih besar.

Kemampuan berkomunikasi, baik secara tertulis dan verbal, akan membantu mereka tampak lebih di antara yang lain dan meningkatkan kesempatan mereka mendapat promosi. Apa yang penting, komunikator hebat cenderung menjadi pemimpin dalam perusahaan dan menjadi wirausahawan yang sukses.
* Pola Pikir Sehat-Semua hal berbau negatif menyulitkan hal dalam hidup dan dapat merusak kesempatan remaja mencapai kemandirian dalam keuangan. Coba didik anak anda bepikir akhir tujuan dalam pikiran. Kemudian ajak mengembangkan gambaran jelas tujuan akhir tersebut.

Strategi itu akan memotivasi dan membantu menambah rasa percaya diri yang dibutuhkan untuk berhasil. Studi menunjukkan bahwa sikap positif akan menarik hal-hal positif di sekitar. Jadi doronglah remaja anda mengembangkan pikiran yang akan membantu mereka mengembangkan diri menjadi sosok dewasa bahagia dan bertanggung jawab secara keuangan.
* Hasrat-Bantu remaja anda menemukan dan mengikuti hasrat mereka. Tentu yang bersifat positif. Buat mereka percaya diri bagaimana mengubah hasrat mereka menjadi karir yang memenuhi kebahagian dan kebutuhan mereka.

Hasrat di sini ialah ketika anak anda cinta apa yang ia lakukan, tidak merasa seperti beban kerja ketika melakukan dan baik dalam bidang tersebut. Dengan memahami mimpi remaja anda, orang tua akan lebih paham anak-anak ke tingkat lebih dalam, sekaligus membantu anak-anak mengembangkan kemampuan yang bertahan seumur hidup.
* Kemampuan Mengorganisir-Mencapai kemandirian keuangan saat usia muda akan sangat dipermudah bila anak memiliki perilaku teroganisir. Contoh, ajak mereka memiliki jadwal terorganisir, ruang dan hidup mereka akan memberi keuntungan bagi mereka. Melakukan hal itu sama dengan membuka celah bagi remaja menggapai potensial tertinggi mereka.

Tentu selain lima tips di atas, sebagai tambahan orang tua juga perlu memberi pendidikan bagaimana mereka mengelola uang mereka secara langsung. Namun, membantu remaja anda untuk memiliki kepala sehat di atas pundak adalah langkah pertama krusial membentuk sikap mereka di masa depan. fatherville.com/itz

Remaja Mandiri

MEMPEROLEH kebebasan (mandiri) merupakan suatu tugas bagi remaja. Dengan kemandirian tersebut berarti remaja harus belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Dengan demikian remaja akan berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan pada orangtua atau orang dewasa lainnya dalam banyak hal.

Pendapat ini diperkuat oleh pendapat para ahli perkembangan yang menyatakan, "Berbeda dengan kemandirian pada masa anak-anak yang lebih bersifat motorik, seperti berusaha makan sendiri, mandi dan berpakaian sendiri, pada masa remaja kemandirian tersebut lebih bersifat psikologis, seperti membuat keputusan sendiri dan kebebasan berperilaku sesuai dengan keinginannya".

Dalam pencarian identitas diri, remaja cenderung melepaskan diri sendiri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis orangtuanya. Remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai orang dewasa. Hal ini dikemukan Erikson (1992) yang menamakan proses tersebut sebagai "proses mencari identitas ego", atau pencarian diri sendiri. Dalam proses ini remaja ingin mengetahui peranan dan kedudukannya dalam lingkungan, disamping ingin tahu tentang dirinya sendiri.

Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara remaja dan teman sebaya. Hurlock (1991) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima (bahkan dapat juga menolak) pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya. Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup bersama dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya. Ini dilakukan remaja dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok teman sebayanya sehingga tercipta rasa aman. Penerimaan dari kelompok teman sebaya ini merupakan hal yang sangat penting, karena remaja membutuhkan adanya penerimaan dan keyakinan untuk dapat diterima oleh kelompoknya.

Dalam mencapai keinginannya untuk mandiri, seringkali remaja mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan masih adanya kebutuhan untuk tetap tergantung pada orang lain. Dalam contoh yang disebutkan diatas, remaja mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak orangtua atau mengikuti keinginannya sendiri. Jika ia mengikuti kehendak orangtua, maka dari segi ekonomi (biaya sekolah) remaja akan terjamin karena orangtua pasti akan membantu sepenuhnya. Sebaliknya, jika ia tidak mengikuti kemauan orangtua, bisa jadi orangtuanya tidak mau membiayai sekolahnya. Situasi yang demikian ini sering dikenal sebagai keadaan yang ambivalensi dan dalam hal ini akan menimbulkan konflik pada diri sendiri remaja. Konflik ini akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya.

***

Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi pola asuh orangtua. Dalam keluarga, orangtualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk jadi mandiri. Mengingat masa anak-anak dan remaja merupakan masa yang penting dalam proses perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orangtua kepada anak-anaknya dalam meningkatkan kemandirian amatlah krusial. Meski dunia pendidikan (sekolah) juga turut berperan dalam memberikan kesempatan kepada anak untuk mandiri, keluarga tetap merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri.

Bagaimana orangtua harus bertindak dalam menyikapi tuntutan kemandirian seorang remaja, ada beberapa petunjuk sbb.;

* Komunikasi -- Berkomunikasi dengan anak merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu saja komunikasi disini harus bersifat dua arah, artinya kedua belah pihak harus mau saling mendengarkan pandangan satu dengan yang lain. Dengan melakukan komunikasi, orangtua dapat mengetahui pandangan-pandangan dan kerangka berpikir anaknya, begitu pula sebaliknya. Komunikasi tak berarti harus dilakukan secara formal, tetapi bisa saja dilakukan sambil makan bersama atau selagi berlibur sekeluarga.

* Kesempatan -- Orangtua sebaiknya memberikan kesempatan kepada anak remajanya untuk membuktikan atau melaksanakan keputusan yang telah diambil. Biarkan remaja itu mengusahakan sendiri apa yang diperlukannya dan biarkan juga ia mengatasi sendiri berbagai masalah yang muncul. Orangtua hanya bertindak sebagai pengamat dan hanya boleh melakukan intervensi jika tindakan sang remaja dianggap dapat membahayakan dirinya dan orang lain.

* Tanggungjawab -- Bertanggungjawab terhadap segala tindakan yang diperbuat merupakan kunci untuk menuju kemandirian. Dengan berani bertanggungjawab, remaja akan belajar untuk tidak mengulangi hal-hal yang memberikan dampak-dampak negatif (tidak menyenangkan) bagi dirinya. Dalam banyak kasus, masih banyak orangtua yang tidak menyadari hal ini. Sebagai contoh, dalam kasus remaja yang ditahan oleh pihak berwajib karena terlibat tawuran, tidak jarang dijumpai justru orangtualah yang berjuang keras dengan segala cara untuk membebaskan anaknya dari tahanan, sehingga anak tak pernah memperoleh kesempatan untuk bertanggungjawab atas perilaku yang diperbuatnya. Pada kondisi begitu, remaja tentu saja tidak takut untuk berbuat salah, sebab ia tahu orangtuanya pasti akan menebus kesalahannya.

* Konsistensi -- Konsistensi orangtua dalam menerapkan disiplin dan menanamkan nilai-nilai kepada remaja dan sejak masa kanak-kanak di dalam keluarga akan menjadi panutan bagi remaja untuk dapat mengembangkan kemandirian dan berpikir secara dewasa. Orangtua yang konsisten akan memudahkan remaja dalam membuat rencana hidupnya sendiri dan dapat memilih berbagai alternatif karena segala sesuatu sudah dapat diramalkan olehnya. (*/tin)

Idola remaja/Facebook

[media-dakwah] Idola Remaja Semakin Kabur

Idola Remaja Semakin Kabur
Penulis : MHM


“Sungguh pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik
bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
(QS Al-Ahzab:21)

Firman Allah di dalam Al Quran surah al-Ahzab ayat 21 tersebut memberitahukan
bahwa idola setiap Muslim (termasuk remajanya) adalah Nabi Muhammad SAW. Sebab
beliau merupakan panutan yang sempurna (uswatun hasanah). Remaja Muslim di
Indonesia seharusnya mempelajari sejarah hidup panutan umat ini, agar dapat
mengidolakannya.

Tetapi sayang, sebagian besar remaja yang beragama Islam di Indonesia tidak
menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai idola mereka tetapi justru para public
figure, selebritis yang pada umumnya hidup serba glamour dan berhura-hura.

Sebagai contoh, ketika KH Fakhruddin HS (tokoh dan pemuka Islam, Ketua Umum PP
Muhammadiyah) meninggal, meninggal pula Nike Ardilla, selebritis remaja yang
sedang naik daun pada waktu itu, media massa baik di ibukota maupun daerah
sedikit saja memberitakan meninggalnya ulama dan tokoh Islam itu, sebaliknya
berita tentang meninggalnya Nike Ardilla memenuhi haiaman Koran, tabloid,
majalah serta tayangan di televisi. Salah satu penyebabnya mungkin karena Nike
Ardilla merupakan idola kaum remaja, termasuk yang beragama Islam.

Contoh lain lagi, setelah API (Akademi Fantasi Indonesia) sukses, pemenangnya
langsung menjadi idola remaja, dalam hal ini Fery dan Mawar. Tak selang lama,
muncul pula Indonesian Idol yang melahirkan idolalain, yaitu Delon dan Joy. Tak
ketinggalan, KDI (Kontes Dangdut Indonesia) melahirkan pula idola lain, di
antaranya Aan dan Siti.

Makin Kabur

Program-program sejenis pun bermunculan dalam berbagai bentuk dan variasi. Tak
hanya di bidang tarik suara, bisnis ini juga merambah ke dunia modeling dan
akting. Anak-anak remaja (termasuk yang beragama Islam) pun "digarap". Misalnya
lewat acara API Junior dan Bintang Cilik.

Demam "acara mencetak idola" itu tak sekadar menyedot perhatian remaja, tetapi
juga para orang tua. Walhasil, semuanya ramai-ramai menikmati sajian yang
membuat mereka mengidolakan bintang-bintang hasil remakaya televisi. Sebagai
bukti dukungan, mereka mengirim SMS ke masing-masing idola. Hasilnya, sekitar 5
juta SMS yang dikirim untuk API 1 dan 8 jutaan untuk API II. Siapa dalam hal
ini yang beruntung? Tentu perusahaan telepon seluler dan mitra usahanya.

Jangan heran jika seorang ABG mencoba bunuh diri, hanya gara-gara hobinya
nonton API atau sejenis dihalangi kakaknya yang ingin menonton acara lain,
Jutaan pemirsa rela duduk serius di rumah menonton tayangan yang membius itu.
Yang melihat secara langsung, tua muda dan bocah cilik, histeris dan bergoyang
sambil bernyanyi. Ketika proses eliminasi berlangsung, air mata pun menetes di
mana-mana.

Berbeda dengan para remaja pada zaman Nabi. Air mata mereka menetes ketika
membaca ayat-ayat Al Quran yang berisi wa'id fancaman azab neraka). Karena hati
belum terisi iman yang substansial, maka remaja menjadi haus idola yang
sekuler, yang lebih menampilkan aspek-aspek fisik seperti keren, gagah, ganteng
atau cantik. Penonton dibuat terpesona dan rela mengirim SMS
sebanyak-banyaknya, hanya agar idola mereka menang. Besoknya, remaja kebanjiran
idola, yang sayangnya, terpilih bukan karena kualitas kepribadian atau
keteladanan, melainkan hanya karena mendapatkan respons via SMS paling banyak.

Antara Tuntunan dan Tontonan

Di sisi lain, sosok-sosok yang menampilkan keteladanan begitu langka.
Figur-figur tertentu yang seharusnya menjadi teladan, nyatanya lebih tampak
sebagai selebritis. Lebih menjadi tontonan di panggung ketimbang tuntunan dalam
kehidupan sehah-hari, Maka kaum remaja perlu memahami hakikat idola dan
teladan. Keduanya seperti dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Orang yang
tak patut diteladani, pasti tak layak dijadikan idola. Pertanyaannya kemudian,
mau dibawa ke mana remaja umat ini? Siapa yang bertanggung jawab terhadap nasib
umat yang, sadar atau tidak, perlahan makin terperosok ke jurang kehancuran?
Mengapa orang lebih suka mencetak idola daripada keteladanan?

Dibutuhkan langkah-langkah cepat dan segera untuk menyelamatkan umat dari salah
memilih figur. Hasilnya memang tak bisa dinikmati dalam waktu dekat.
Menghadirkan sosok-sosok panutan jauh lebih sulit. Seperti halnya merusak jauh
lebih mudah ketimbang membangun, Melahirkan figur teladan lebih banyak
tantangan dan kendalanya. Kondisi ini pulalah yang hendaknya makin mendorong
kesungguhan dan keseriusan dalam menggarap proyek-proyek keumatan, yang salah
satunya adalah mencetak sosok-sosok teladan.

Analoginya sederhana. Kalau para pengusung kemungkaran sangat serius melakoni
pekerjaan mereka, lantas mengapa kita yang bekerja pada proyek kebajikan begitu
malas dan asal-asalan? Padahal, makin giat musuh umat menebar maksiat, mestinya
kita makin giat menebar makruf secara konkret di tengah masyarakat.

Banjir idola hura-hura tetapi kering keteladanan membuat generasi muda kita
kian lemah di berbagai lini. Lemah iman, lemah hati, lemah akhlak, lemah
kemauan dan lemah kreativltas. Hasilnya lihat saja. Banyak remaja yang ingin
cepat terkenal dan jadi idola, meski untuk itu rambu-rambu akhlak pun ditabrak!

Tak Berputus Asa

Betapa pun, kita punya Rasulullah SAW yang menjadi teladan sepanjang zaman.
Bukan hanya umat Islam yang mengidolakannya, Banyak cendekiawan yang meskipun
tidak memeluk Islam menyanjung Muhammad SAW laiknya idola. Michael H Hart,
seorang penulis Barat, bahkan menempatkan Muhammad sebagai sosok yang paling
mempengaruhi sejarah dan peradaban dunia.

Terdapat juga banyak sahabat Rasulullah ridhwanullahi 'alaihim yang berjuang
menegakkan kebenaran.

Jejak perjuangan mereka terekam indah dalam sirah (biografi). Sayangnya,
buku-buku sirah yang banyak memuat contoh hidup indah dan berkualitas dari
Rasulullah SAW dan para sahabat tak begitu diminati. Ulama yang merupakan
pewaris para Nabi tak begitu laris diikuti.

Namun demikian, kita tak boleh berputus asa. Upaya membina remaja agar
mengidolakan Nabi-Muhammad SAW harus tetap dilakukan. Caranya, intensifkan
kembali pembinaan terhadap bocah-bocah dan ABG. Baik yang ada di sekolah, di
rfjma'h dan di sekitar kita. Termasuk remaja yang pendidikannya terlantar, baik
oleh kemiskinan ataupun oleh orangtua mereka yang kelewat sibuk sehingga lalai
dari tanggungjawab mendidik anak sendiri.

Remaja Punya masalah,no Problem

Adakah di antara kita yang sedang punya masalah? Kalau ada, berarti kita remaja normal. Hehe. Meskipun begitu, ada kalanya masalah yang kita hadapi bener-bener membuat kita stres!

Pengaruh Musik Terhadap Kecerdasan Emosional Remaja

Wahai Orangtua"Waspadailah Remaja Putri Anda Yang Rentan Tertular HIV"

Bagaimanapun sebagai orangtua yang mempunyai anak gadis harus ekstra penuh perhatian, jangan mudah tergoda dengan pergaulan yang menyesatkan. Perempuan dan remaja putri ternyata lebih rentan tertular HIV. Hasil studi menunjukkan, kemungkinan perempuan dan remaja putri tertular HIV 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dan remaja putra.

Badan PBB untuk penanggulangan AIDS (UNAIDS) melaporkan, 67 persen kasus baru HIV dan AIDS di negara-negara berkembang ada pada kalangan usia muda (15-24 tahun). Dari jumlah tersebut, 64 persennya adalah perempuan dan remaja putri.

Demikian dikatakan Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender Bidang Politik, Sosial, dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak drg. Ida Suselo Wulan, MM dalam membacakan keynote speech menggantikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar di Jakarta.

Anggapan masyarakat bahwa HIV/AIDS hanya dialami perempuan penjaja seks ternyata tidak benar. Itu karena saat ini perempuan yang tidak melakukan perilaku berisiko banyak yang terinfeksi HIV dari pasangan tetapnya (suaminya).

"Kerentanan perempuan terhadap HIV lebih banyak disebabkan ketimpangan jender yang berakibat pada ketidakmampuan perempuan untuk mengontrol perilaku seksual suami dan kurangnya pelayanan pengobatan HIV/AIDS," kata Ida.

Kurangnya pemahaman "konsep jender" dalam keluarga membuat posisi tawar perempuan sangat rendah. Ketidaksetaraan relasi jender, baik sosial maupun ekonomi, merupakan motor penggerak utama tersebarnya wabah HIV. Artinya, apabila kesetaraan jender terjadi, perempuan dapat membuat keputusan sendiri mengenai aktivitas seksualitasnya.

"Kesetaraan jender dalam keluarga dan masyarakat dapat mengeliminasi kerentanan perempuan terhadap HIV/AIDS," kata Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Dr Nafsiah Mboi, MPH yang merupakan salah satu pembicara dalam Seminar Nasional "Percepatan Pencapaian Tujuan 6 MDG's untuk Mewujudkan Perempuan & Anak Bebas HIV AIDS".

Menurut laporan terbaru KPAN, jumlah kasus AIDS di Indonesia berdasarkan jenis kelamin pada 2010 sebanyak 22.726 kasus. Sebanyak 16.731 kasus atau 73,62 persennya adalah laki-laki, sedangkan 5.911 kasus atau 26,01 persennya adalah perempuan. Sebanyak 84 kasus atau 0,37 persen tidak diketahui jenis kelaminnya. Adapun rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2,83 banding 1.

Masalah HIV/AIDS mengemuka di Indonesia, diawali dengan penemuan kasus pertama pada tahun 1987 di Bali. Menjelang tahun 2000, terjadi percepatan pertambahan Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) dengan pesat. Bahkan memasuki tahun 2000, terdapat lokasi-lokasi di mana penularan HIV sudah tinggi (concentrated level epidemic).